Arti Kata "Kami" dalam Al Qur'an

Diposting oleh IR on Sabtu, 11 Desember 2010

Pertama, kata Kami bermakna bahwa dalam mengerjakan tindakan tersebut, Allah melibatkan unsur-unsur lain/makhluk (selain Allah sendiri). Seperti dalam kasus nuzulnya (turunya) Al Qur’an, makhluk-makhluk yang terlibat dalam pewahyuan dan pelestarian keasliannya adalah sejumlah malaikat, terutama Jibril; kedua Nabi sendiri; ketiga para pencatat/penulis wahyu; keempat para huffadz (penghafal) dan sebagainya. Coba perhatikan baik-baik, kebanyakan ayat-ayat yang bercerita tentang turunnya Al Qur’an dalam format kalimat Aktif, Allah cenderung menggunakan kata Kami. Contoh : “Sesungguhnya Kami telah turunkan al Zikr (Al Qur’an) dan Kami penjaganya (keaslian)”.
Contoh lain, misalnya ayat-ayat tentang mencari rizki. Dalam ayat-ayat tersebut Allah sering menggunakan kata Kami; artinya rizki harus diusahakan oleh manusia itu sendiri, walaupun kita juga yakin bahwa riski sudah ditentukan oleh Allah. Jadi, rizki tidak serta merta diturunkan Allah dari langit tanpa perantara, namun ada pihak lain yang terlibat. Seperti manusia, tumbuhan, hewan dan lain-lain.
Atau seperti pada surat Luqman ayat 14 di atas. Kata Kami dalam ayat tersebut bermakna, jika kita berbakti kepada bapak dan ibu, maka kita termasuk berbakti pada perintah Allah. Jadi, ada pihak lain yang terlibat dalam perintah di ayat tersebut, yaitu bapak dan ibu.
Sedangkan perbedaan pada saat Allah menggunakan kata ganti "AKU", adalah hal itu menunjukkan bahwa pada saat itu hanya Allah sendiri yang terlibat. Tidak ada yang lain. Contohnya seperti pada dua ayat berikut ini: ”Allah berfirman: "Janganlah kamu berdua khawatir, sesungguhnya Aku beserta kamu berdua, Aku Mendengar dan Melihat". (QS. Thaahaa. 46).
”Sesungguhnya Aku ini adalah Allah, tidak ada Tuhan (yang hak) selain Aku, maka sembahlah Aku dan dirikanlah shalat untuk mengingat Aku”. (QS. Thaahaa. 14).


Kedua, kata Kami secara sosio-linguistik Arab bermakna “ta’dzim” (kata-kata yang sopan untuk menghilangkan kesan keakuan terutama ketika kita bicara kepada orang besar, atau orang banyak). Nah dalam arti ini, ketika dipakai kata Kami, ayat tersebut menggambarkan proses komunikasi dengan etika yang lebih sopan (mungkin seperti cara ngomong orang jawa dengan bahasa “ngoko”).
Ketiga, ayat yang menggunakan kata Kami biasanya menceritakan sebuah peristiwa besar yang berada diluar jangkauan kemampuan nalar manusia, seperti penciptaan Adam, penciptaam bumi dan langit. Disini, selain peristiwa itu sendiri yang besar, Allah ingin menokohkan/member kesan “KeMahaan-Nya” kepada manusia, agar manusia dapat mengimani/menerima segala sesuatu yang berada diluar jangkauan nalar/rasio manusia.
Contoh : “Sesungguhnya Kami telah menciptakan kamu (Adam), lalu Kami bentuk tubuhmu, kemudian Kami katakan kepada para malaikat, “Bersujudlah kamu kepada Adam”; maka merekapun bersujud kecuali iblis. Dia tidak termasuk mereka yang bersujud”. (QS. Al A’raf : 11. Wallahu a’lam bish showab.()

{ 0 komentar... read them below or add one }

Posting Komentar